Contoh Cerpen “Matahari Tak Terbit Pagi Ini Dan Contoh-Contoh Cerpen Lainnya
CONTOH CERPEN “Matahari Tak Terbit Pagi ini Dan misal-contoh cerpen lainnya|misal Cerpen, pada kali ini artikelsiana.com akan mempersembahkan contoh cerpen, misal cerpen tersebut diambil dari sumber-sumber buku bacaan dan di artikelsiana.com megampangkan anda dengan memposting misal cerpen ini semoga tidak perlu beli buku lagi. misal Cerpen ini dapat kita lihat mirip dibawah ini…
misal Cerpen
“Matahari Tak Terbit Pagi ini
karya Fakhrunnas MA. Jabbar”
Pernahkah kamu mencicipi sesuatu yang biasa hadir mengisi hari-harimu, tiba-tiba lenyap begitu saja? Hari-harimu pasti berubah jadi pucat pasi tanpa gairah. Saat kamu hendak mengembalikan sesuatu yang hilang itu dengan sekuat daya, tetapi tak kunjung tergapai. Kau pasti jadi kecewa seraya menengadahkan tangan penuh harap lewat kalimat doa yang tak putus-putusnya. Bukankah kamu jadi kehilangan kehangatan lantaran tak ada helai-helai sinar ultraviolet yang membuat senyumnya begitu ranum selama ini. Matahari bagimu tentu tak sekadar benda langit yang memburaikan
kemilau cahaya, tetapi sudah menjadi sebuah insiden yang menyatu dengan ragamu. Bayangkanlah, jika matahari tak terbit lagi. Tidak spesialuntuk kau, tetapi jutaan orang kebingungan dan menebar tanya sambil merangkak hati-hati mencari liang langit,tempat matahari menyembul secara perkasa dan penuh cahaya.Kaulah matahari itu, Bidadariku. Berhari hari kamu merekat kasih sampai tak terkoyak oleh waktu, tiba-tiba kita harus berpencar di bawah langit menuju sudut-sudut yang kosong. Kekosongan itu kita bawa melewati jejalan kesedihan. Kita harus terpisah jauh menjalani kodrat diri yang termaktub di singgasana lauful mahfudz. Semula kita begitu dekat. Lantas terpisah jauh oleh lempengan waktu.Kita mengisi halaman-halaman kosong kehidupan kita dengan denyut nadi. Sesudahnya, kita bertemu bagai angin mengecup pucuk-pucuk daun dan silam begitu gampang. Dan kita pun bertemu lagi dengan perasaan yang abnormal sampai kita begitu susah memahami siapa diri kita sebenarnya.Di ruang kosong yang tiruanla dipenuhi pernik cahaya matahari, kita bertatap muka penuh gairah. Di perjuru ruang kosong itu bergantungan bola-bola rindu penuh warna dan aroma. Bola-bola itu bergesekan satu dengan lain, mengalirkan irama-irama lembut Beethoven atau Pavarotti. Irama itu menyayat-nyayat hati kita sampai mengukir potongan sejarah baru. Bagaikan sepasang belibis putih yang menari-nari di bawah gemerlapan cahaya langit, sejarah itu terus ditulisi berkepantidakboleh. Lewat ratusan kitab, laksa aksara. Akan tetapi, setiap penjalanan, pasti ada ujungnya. Setiap pelayaran, ada pelabuhan singgahnya. Setiap cuaca benderang pasti ditingkahi temaram, bahkan kepetangan.Andai sejarah boleh terus diperpanjang membawa mitos dan legendanya, dirimu boleh jadi termaktub pada pohon ranji sejarah itu. Boleh jadi kamu akan tampil sebagai permaisuri ataupun Tuanku Putri yang molek.Mungkin, berada di bawah bayang-bayang Engku Putri Hamidah, Puan Bulang Cahaya, ataupun siapa saja yang pernah mengusung regalia kerajaan yang membesarkan marwah perempuan.Aku, tiba-tiba, jadi kehilangan sesuatu yang begitu bersahabat di antara kutub-kutub kosong itu. Kusebut saja, kutub rindu. Aku tak mungkin menuangkan tumpukan warna di kanvas yang penuh garis dan kata menyerupai alasannya yaitu lukisan agung ini tak kunjungi selesal. Masih diharapkan banyak sentuhan kuas dan cairan cat warna-warni sampai lukisan ini mendekati sempurna. Kita sudah menggoreskan kain kanvas kosong itu semenjak mula sampai waktu jeda yang tanpa batas.Masih ingatkah kamu bagaimana langit-langit kamar itu penuh getar dan kabar? Tiap pintu dan tingkap dipenuhi ikrar kita. Dan bola lampu temaram memburaikan janji-janji. Sebuah percintaan agung sedang dipentaskan di bawah isyarat sutradara semesta. Kau membilang percik air yang berjatuhan di danau kecil di sudut pekarangan jiwa dalam kecup dan harum mawar.Bahkan, badan kita terguyuri embun yang terbang menembus kisi-kisi tertangkap sampai badan kita jadi dingin. Malam-malam penuh mimpi dan keceriaan bagaikan sepasang belibis yang mengibas-ngibaskan bulu-bulu beningnya. Kauredupkan cahaya lampu di tiap penjuru sampai sejarah sanggup dituliskan secara khidmat dan penuh makna. Kaumenatap langit-langit kamar sambil membisikkan untaian puisi yang kamu tulis dengan desah napasmu. Kita merecup tiruana getar irama percintaan itu tiada batas.Malam itu, siapa pun tak butuh matahari. Sebab, ada bulan yang bersaksi. Kita spesialuntuk butuh setitik cahaya guna penentu arah belaka. Selebihnya, sunyi menyebat kita dan tiupan angin yang melompat lewat kisi-kisi jendeha yang agak terdedah. melaluiataubersamaini apakah kuhukiskan pertemuan kita, Kekasih? Chan sempat bertanya seketika. Ah, tak cukup kata memdiberi makna,katamu. Dan isyarat sepasang belibis yang saling menggosokkan paruh-paruhnya. Bagaikan peladang, kita pun sudah pula bertanam dan menebar benih. Kelak katamu, akan ada buah yang bakal dipetik sebagai kebulatan hati yang begitu simpel terjadi tampa paksa dan janji. Dan kita pun terus saja bertanam semoga daun-daun yang bertumbuh kelak sanggup menangkap fotosintesa matahari. Di tiap helai daun itu bermunculan nama kita sebagai sebuah keawetan. Andai matahari tak terbit lagi dikala pagi merona, kita masih menyimpan sedikit cahaya di helai-helai daun yang berguncang diembus angin sepanjang Begitulah dikala kamu berada jauh kembali ke garis hidupmu, saya begitu ternganga alasannya yaitu cahaya tak ada. Memang, tak pernah matahari tak terbit memeluk bumi. Tetapi, bagi kita, kala berada jauh, keadaan begitu petang dan sunyi tiba-tiba. Kita merasa begitu kehilangan. Kita merasa ada yang terenggut tanpa sengaja. Serasa ada yang tercerabut dan akar yang tiruanla menghunjam jauh di tanah. Kita bagaikan orang tak punya pilihan dikala berada di persimpangan tak bertanda. Syukurlah, kita tak pernah kehilangan arah daerah bertuju di perjalanan diberikutnya. Hidup ini penuh gurindam dan bidal Melayu yang memagari ruang dan Iangkah kita menuju titik terjauh yang harus dilompati. Kata-kata yang berdesakan di bait puisi dan lirik lagu menebar anyir hari-hari takkan kutemul perempuan mirip dirimu takkan kudapatkan rasa cinta ini kubayangkan jika engkau hadir kupeluk senang kan daku kuserahkan seluruh hidupku menjadi penjaga hatiku Suara Ari Lasso lewat “Penjaga Hati” itu mengalir : pelan-pelan dan tembok-tembok jasus yang mengepungku. Benar kata : emak dulu, kita akan tahu akan makna sesuatu ketika ia sudah silam. Apalagi berada jauh yang tak tersentuh. Matahari tak terbit pagi mi.Begitulah kita mencicipi dikala diri kita berada di kutub yang berjauhan. Diperlukan garis waktu untuk mempertemukan kedua tebing kutub itu. Atau, kita harus berpengaruh merenangi maritim salju yang kental atau Menyelam di bawah bongkahan es yang hambar menyengat tubuh. Begitu diharapkan segala daya untuk menemukan sesuatu yang lenyap, begitu cepat dikala diri memerlukan setitik cahaya. Apa perasaanmu kini? Kau tela kesendirian itu di kejauhan sambil berharap matahari akan bercahaya segera menerangi kisi-kisi hati yang tersapu luka rindu kita. Andai kita sanggup menolak gumpal awan dan menyeruakkan matahari kembali, begitulah : takdir yang hendak kita bentangkan di kitab sejarah sepanjang masa. Tetapi, kita akan cepat lelah. Menyeruakkan awan untuk menyembulkan bergairah matahari bukanlah hal yang gampang. Kita butuh sejuta tangan dan cakar untuk menaklukkan segenap awan dan matahari itu. Kauingat kan, cerita Qays dan Laila atau Romeo dan Juliet yang memburaikan banyak kenangan bagi jutaan orang? Kau pun ada dalam pecahan cerita yang tak pernah lekang di gerah dan lapuk di hujan itu. Selalu ada manik-manik kasih mengalir di samudra kehidupan yang maha luas ini Mëski kadangkala suaramu tersekat melempar tanya kala anugerah kasih ini terbit di ujung usia. Tak bolehkah kita mereguk kebahagiaan di sisa waktu yang masih tersedia meski tiruana jalan yang terbuka di depan bagai tak berujung jua? “Aku takut jika saya berubah. Tetapi, tak akan pernah, Pangeranku,” ucapmu pelan. Sungguh, matahari tak terbit pagi ini. Bagai saya kehilangan dirimu yang berhari-hari menangkap cahaya sampai memekarkan kelopak bunga di jiwa. Percintaan ini penuh anyir dan warna. Penuh hijau daun dan kupu-kupu yang menyemai spora di mahkota bunga.
Garis panjag waktu itu mendedahkan kemungkinan-kemungkinan yang susah diraba. Banyak ancamanyang siap mengepung kita sampai merobek tabirsetia. Ya, kesetiaan tak kasatmata. Hanya ada dibilik hati, tapi tak bisa. Pintu hati itu tak etiap waktu sanggup terbuka anda kamu bangkit esok pagi, perkenankan selalu matahari terbit mirip akad yang diucapkan pada semesta. Di helai cahaya matahari itu, selalu ada kehangatan yang meresap dikeping-keping jiwamu.
misal cerpen. Itulah pola cerpen yang di posting artikelsiana.com, semoga bermanfaa dan beredukasi . dan ada baiknya anda share dan like semoga tiruana masyarakat lebih simpel mendapat dan menyebarkan dengan sesama. Terima kasih sudah berkunjung. Semoga bermanfaa. Amin. ( Sumber : Cerds Berbahasa Indonesia Untuk SMA/MA kelas X,Penulis : Engkos Kosasih, Penerbit : Penerbit Erlangga, Percetakan PT Gelora Aksara Pratama ) .
Posting Komentar untuk "Contoh Cerpen “Matahari Tak Terbit Pagi Ini Dan Contoh-Contoh Cerpen Lainnya"