Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apa Ciri-Ciri Guru Yang Selalu Menerapkan Prinsip Konstruktivisme Di Kelasnya?

Apa Ciri-Ciri Guru yang Selalu Menerapkan Prinsip Konstruktivisme Di Kelasnya?

Pasti anda sudah tahu prinsip konstruktivisme dalam pembelajaran. Saya yakin sekali. Kita semua tahu bahwa konstruktivisme yaitu sebuah pandangan ihwal pembelajaran yang mengharapkan guru untuk mengajar dengan cara memfasilitasi siswa dalam memahami dan memperoleh pengetahunnya, membangun pengetahuannya sendiri, alasannya hanya dengan cara itulah bahwasanya konten atau materi pembelajaran akan sanggup dikuasai dengan baik oleh siswa. Pandangan di mana siswa yaitu botol kosong yang sanggup diisi dengan pengetahuan oleh guru (tabula rasa) tidaklah sesuai untuk pendidikan jaman sekarang. Siswa tidak sanggup didoktrin begitu saja.
Apakah anda guru yang selalu menerapkan prinsip konstruktivisme dalam pembelajaran anda sehari-hari di kelas? Anda yang memang melaksanakan ini niscaya akan sanggup dengan gampang dikenali alasannya biar bagaimanapun, setiap guru yang menerapkan prinsip konstruktivisme akan memperlihatkan ciri-ciri tersendiri yang membedakannya dari guru yang hanya mengajar konten (materi pembelajaran) untuk sekedar diingat saja.

Beberapa ciri yang tampak pada guru yang menerapkan prinsip konstruktivisme pada ketika mengajar antara lain sebagai berikut:
Ciri Guru yang Selalu Menerapkan Prinsip Konstruktivisme Di Kelasnya Apa Ciri-Ciri Guru yang Selalu Menerapkan Prinsip Konstruktivisme Di Kelasnya?

Merangsang inisiatif siswa

Guru yang selalu menerapkan prinsip konstruktivisme dalam mengajar akan selalu merangsang siswa sedemikian rupa sehingga pada diri siswa muncul inisiatif untuk melaksanakan sesuatu, menyerupai menuntaskan kiprah dengan cara-cara tertentu yang menurutnya paling efektif. Berbagai cara sanggup dilakukan untuk ini dan hal ini bergantung pada kreativitas guru. Tidak gampang melaksanakan ini, akan tetapi semua guru yang ingin mengajar dengan baik harus melakukannya.

Menggunakan data, isu atau materi “mentah” untuk siswanya untuk dimanipulasi dan berinteraksi

Beberapa guru yang tidak memahami dengan baik prinsip konstruktivisme akan memperlihatkan data, informasi, atau materi pembelajaran yang telah diolah sedemikian rupa sehingga tidak akan menjadikan acara berpikir pada siswa. Contohnya saja begini, ketika guru ingin siswa memahami apa perbedaan antara tumbuhan monokotil dengan tumbuhan dikotil guru sanggup dengan singkat menyajikan tabel perbedaan keduanya (berupa isu yang sudah diolah). Akan tetapi, cara terbaik untuk menciptakan siswa benar-benar memahami perbedaan keduanya seharusnya dimulai dengan pengamatan contoh-contoh tumbuhan dikotil dan monokotil, kemudian siswa diajak untuk mencermati ciri-ciri apa yang membedakan kedua kelompok tersebut. Pembelajaran dengan cara menyerupai ini memang mungkin kelihatan merepotkan dan melelahkan, akan tetapi begitulah seharusnya kalau guru ingin siswa membangun pemahamannya ihwal tumbuhan monokotil dan dikotil.

Selalu memakai kata”klasifikasikan”, “analisis”, “prediksi”, dan “ciptakan”

Guru yang memakai prinsip konstruktivisme jarang sekali memakai kata-kata kerja yang merujuk pada acara berpikir tingkat rendah menyerupai “sebutkan”. Alih-alih memakai kata sebutkan, guru-guru yang ingin membangun pengetahuan dan pemahaman siswa lebih sering memakai kata kerja menyerupai “klasifikasikan”, “analisis”, “prediksikan”, atau “ciptakan” pada tugas-tugas yang diberikannya kepada siswa. Kata-kata demikian akan menciptakan siswa berpikir pada tataran yang lebih tinggi (higher order thinking).

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan respon terhadap acara pembelajaran

Pada suatu ketika bisa saja acara pembelajaran kurang menarik pada siswa tertentu. Dan bila hal demikian terjadi, guru yang menganut paham konstruktivisme akan dengan gampang mengenali situasi ini. Ia kemudian akan meminta siswa untuk memperlihatkan saran bagaimana sebaiknya pembelajaran dilakukan untuk mereka sehingga lebih menarik. Guru konstruktivisme lebih terbuka dan memberi peluang kepada siswa untuk merespon terhadap pembelajaran. Ia-pun dengan segera akan sanggup memutar haluan pembelajarannya sehingga menjadi lebih baik.

Dapat mengganti taktik pembelajaran secara responsif bila dibutuhkan, demikian juga konten pembelajaran

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa guru yang memakai prinsip konstruktivisme lebih memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk merespon pembelajaran, maka apabila diperlukan ia akan segera mengubah taktik pembelajaran dengan bentuk dan variasi yang lain. Guru yang menganut prinsip konstruktivisme  bisa mengendalikan arah pembelajaran dengan mengganti acara atau bahkan konten pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa serta kondisi kelas ketika itu.
Merangsang siswa untuk selalu terlibat intensif dalam obrolan baik antara siswa maupun dengan guru
Kuantitas dan kualitas interaksi pembelajaran sanggup dilihat dari banyaknya obrolan yang terjadi antara sesama siswa dan antara semua siswa dengan guru. Komunikasi multiarah yaitu salah satu ciri penting lainnya pada guru yang menerapkan prinsip konstruktivisme.

Pertanyaan lebih didominasi dengan jawaban-jawaban yang bersifat “open ended” dan memerlukan berpikir tingkat tinggi

Selain memakai tugas-tugas yang menuntut siswa untuk berpikir tingkat tinggi menyerupai telah disebutkan sebelum di atas, pada guru yang memakai konstruktivisme dalam pembelajarannya juga sanggup teramati dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan cenderung memakai pertanyaan-pertanyaan terbuka, yang bersifat open ended. Tidak ada “satu” tanggapan benar untuk pertanyaan yang dilontarkan guru. Siswa mungkin menjawa pertanyaan itu dengan bermacam-macam tanggapan sesuai pendapat dan idenya masing-masing. Inilah ciri pertanyaan yang baik yang akan merangsang siswa untuk berpikir ihwal konten yang sedang dipelajari. Tidak gampang memang untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan demikian, tetapi guru konstruktivis harus melakukannya kalau ingin siswanya tumbuh menjadi pemikir-pemikir hebat.

Selalu memperlihatkan “waktu tunggu” sesudah melontarkan pertaanyaan

Pertanyaan yang dilontarkan oleh guru tentu seharusnya dijawab oleh siswa, dan bukan oleh guru sendiri. Ketika pertanyaan-pertanyaan yang mungkin agak rumit dan memerlukan siswa untuk menghubungkan satu hal dengan hal lainnya, maka waktu tunggu akan sangat penting. Kesenyapan akan terjadi selama beberapa menit. Tetapi itu masuk akal alasannya guru konstruktivis ingin siswa memikirkan tanggapan dengan bermacam-macam bentuk sesuai pendapat dan ilham mereka masing-masing. Guru yang memakai paham konstruktivisme dalam acara pembelajaran selalu memperlihatkan waktu untuk berpikir lebih mendalam dengan memperlihatkan “waktu tunggu (wait time)”

Memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan “pola”, “hubungan” atau “kesimpulan” ihwal konten yang sedang dipelajari

Berhubungan dengan poin sebelumnya di atas bahwa siswa hanya diberikan informasi, bahan, atau data yang harus diolah oleh mereka terlebih dahulu, maka seharusnyalah setelahnya guru yang menganut konstruktivisme akan memperlihatkan waktu dan kesempatan biar siswa sanggup menemukan pola, hubungan, atau kesimpulan ihwal materi atau konten yang sedang mereka pelajari. Inilah saat-saat krusial ketika siswa membangun pengetahuannya. Ketika pola, hubungan, kesimpulan ditemukan sendiri oleh masing-masing siswa, ketika itulah mereka akan memahami konten atau materi pelajaran secara lebih mendalam. Mereka akan menguasainya untuk menjadikan pengetahuan itu milik mereka dan tersimpan di sistem memori jangka panjang (long term memory).

Nah, apakah anda guru dengan ciri demikian. Wah, kalau memang demikian: SELAMAT! Anda yaitu guru konstruktivis, guru ideal di jaman kini ini. Bagaimana pendapat anda? Adakah ciri-ciri lain yang mungkin belum saya sebutkan di atas? Mari menyebarkan di kotak komentar di bawah. Wassalam.
Sumber http://novehasanah.blogspot.com/

Posting Komentar untuk "Apa Ciri-Ciri Guru Yang Selalu Menerapkan Prinsip Konstruktivisme Di Kelasnya?"